Telah berapa lama aku mengenal Oksigen? Telah sejauh mana aku melangkahkan
kaki? Telah setinggi apa aku tumbuh? Telah berapa banyak karbohidrat yang masuk
dalam tubuhku? Namun sampai saat ini aku belum bisa menjawab, siapakah
sahabatmu?
Selama aku hidup, aku belum pernah merasakan hangatnya persahabatan. Terasa
aneh saat teman sebaya mengindahkan persahabatan mereka. “Mereka selalu ada
buat aku.“ Itulah kata mereka yang memiliki sahabat. Mereka yang alay, atau aku
yang tidak pernah merasakannya? Terasa asing di telingaku saat mereka menceritakan kisah kisah mereka dengan para sahabatnya.
Penasaran, sungguh aku heran, kenapa mereka begitu menghargai persahabatan.
Dalam setiap langkah berikutnya, aku mencoba untuk mendapatkan sahabat. Mereka
yang akan bisa mendengarkan setiap keluhanku. Mereka yang selalu ada untukku
bersandar. Mereka yang akan menghiburku ketika sedih. Selama ini, mereka yang
seperti itu ada untukku. Namun kehadiran mereka layaknya kereta api, hanya
berlalu begitu saja tanpa atsar yang jelas untukku. Bergantian
menghampiri tanapa ada arti. But someone told me that trains are not only
trains, they have stations and passangers. Mungkin akan ada waktu di saat kamu
akan menjadi penumpang yang akan terus bersamanya ataupun menjadi tempat
pemberhentian akhir kereta tersebut. I do hope that I can find my “train” soon,
but I haven’t.
Mencoba mendekat dan merendahkan diri untuk mengenal mereka yang ada
disekitarku. Hanya sekedar menyapa dan menyapa ternyata belum cukup untuk
mendapatkan kereta itu. Terus berbenah membuatku tiadak nyaman dengan perubahan
itu. Menjadi orang lain untuk mencari orang lain, menurutku itu tidak benar.
Mereka, siapapun itu, aku akan sangat bersyukur jika mereka mau menerima aku. My
train is my mirror, they will have me whoever I am, and give me a way to make
me better.